Kamis, 21 Januari 2016

Logika sederhana bersedekah (dari mBok saya)


Setiap pagi dimeja saya selalu tersedia minuman teh manis, saya ucapkan terima kasih mas triyanto (Triman), mas roji, mas andri karena beliau-beliaulah yang selalu menyiapkannya. Terimakasih juga buat my wife yang juga menyiapkan kopi manis dirumah yang meskipun kadang tanpa gula tetep…..pahit (sopo sing kondo kopi tanpo gulo kok manis….ngapusi banget), namun kalo hanya pahitnya kopi pahit itu hanyalah masalah kecil yang akan teratasi oleh manisnya senyuman :)

Namun seperti kata pepatah “ Ada gula ada semut” seperti itu pula yang terjadi pada kopi dan teh manis saya. Entah karena minumannya yang manis atau karena peminumnya sehingga selalu dikerubutin semut, kuat dugaan karena alasan kedua pertama. Dan karena hal tersebut sering membuat saya gusar.

Saya coba mengatasi dengan mengolesi minyak tanah dikaki meja namun hanya sebentar saja semut sudah berani melewatinya, saya coba kapur ajaib itupun tidak bertahan lama dan itu justru membuat meja saya berubah seperti papan tulisnya TK Pertiwi Traban (penuh gambar abstrak tak berbentuk), saya coba taruh diatas cawan dan cawannya saya beri air dan luar biasa pemirsa semut tersebut masih mampu menjangkau minuman saya dengan cara bergandengan antara semut satu degan yang lain membuat jembatan dari tepi cawan menuju ke gelas minum saya…subhanalloh…. saya coba memindahkan minum saya dari tempat biasanya itupun tak berhasil. Tersadar diriku pada saat itu betapa lemahnya diri ini (karo semut wae kalah jon…).

Akhirnya saya hanya bisa pasrah dan hanya sesekali nggrundel saat minuman saya di serbu semut. Hal ini berlangsung cukup lama dan menyita cukup banyak energy saya karena harus bersabar dan selalu mengalah sampai pada akhirnya suatu saat grundelan saya didengar oleh mBok saya dan beliau bertanya “ono opo tow le kok grundelan” saya jawab niku lho mbok wedeang kok saben dino dirubung semut….marai jengkel. Simbok saya bilang, Mulane semute dibagehi ojo di ombe dewe, nyatane aku ndokok gorengan, roti lan liyo-liyane semute tak cuwilke sitik tak dokok ning samping piring roti sing ono piring aman-aman wae, sodaqoh karo semut rak yo ora popo tow.

Dan memang benar saya praktekkan dan berhasil, sedekah akan menjaga harta kita…sudah itu saja.
“Selamat Mencoba”


Jumat, 15 Januari 2016

Pudarnya gelar “Mbah” dihatiku untuk Google :P



Entah dengan kriteria apa dan sejak kapan gelar “Mbah” melekat pada mesin pencari Google. Sepengetahuan saya kata “Mbah” berasal dari Bahasa Jawa, merupakan akronim dari kata tambah (tempat untuk minta tambah). Kata yang searti adalah “Mbok” akronim dari kata tombok (tempat untuk minta tombok).

Padahal sejatinya kewajiban seorang ayah dan ibu akan selesai saat putra putri mereka menikah, namun pada kenyataannya acap kali yang sudah menikah masih sering minta tombok (koyo aku), bahkan pada level cucupun masih minta tambah. Alangkah indahnya hidup kita ini berada di lingkungan dengan budaya mbok dan  mbah, sehingga walaupun seharusnya sudah berada pada level mandiri masih punya cadangan oase-oase penyejuk saat badai kemarau melanda, hehe...

Gelar mbah itu identik dengan umur yang tua, banyak tau tentang hal ( kenyang manis,asin dan pahitnya kehidupan alias berpengalaman ) dan tentunya bijaksana.

Dari beberapa pemahaman saya tentang gelar mbah itu kemudian saya mencoba menghubung-hubungkan (othak-athik gathuk) barangkali memang benar bahwa gelar mbah patut melekat pada mesin pencari google.
Untuk kriteria mbah sebagai tempat untuk minta tambah okelah saya setuju gelar mbah disematkan pada google, karena saya akui bahwa sayapun sering memanfaatkan google untuk menambah pengetahuan saya tentang berbagai hal, sedangkan untuk kriteria tua saya maklum, walaupun umurnya belum setua Tirex tidak masalah dan pada kriteria tahu banyak hal alias pengalaman saya juga mengakuinya.

Sampai pada devinisi ini saya masih mampu menghubungkan dan memaklumi pelekatan gelar mbah pada google. Namun ketika sampai pada kriteria mbah sebagai sosok yang bijaksana, disini saya mulai tidak setuju, karena terlalu baik hati (lomo) apa saja yang diminta anak cucunya seketika itu juga dipenuhi, tidak membiarkan dulu anak cucu belajar dan berusaha tanya guru kek… atau tanya Didu kek….hal ini membuat mereka jadi generasi manja karena tidak ada tantangan sama sekali hehe…

Karena saking baiknya apapun yang diminta diberikan tanpa memfilter apakah baik atau tidak buat mereka (lha ini kan namanya tidak wise tow…). Dan puncak ketidak setujuan saya atas penyematan gelar mbah tersebut adalah saat saya tahu bahwa google punya fitur yang menurut saya sangat diskriminatif yaitu google street view.

Di rilis tahun 2007 Google street view merupakan fitur google map yang menyediakan pemandangan jalan 360 derajat. Saat dioperasikan  menampilkan foto yang sebelumnya diambil oleh kamera diatas sebuah kendaraan dan dapat dijelajahi menggunakan tombol panah pada keyboard atau menggunakan mouse computer anda. Contohnya seperti foto-foto berikut
SMKN 1 Bancak (Google street view, kontributor:Nur Salim)
Itu adalah gambar sekolah saya yang ditelusuri menggunakan google street view.
Nah yang membuat saya gondok dan menjadi tidak setuju adalah foto berikut
Jalannya disilang (Google street view, kontributor : Nur Salim)
Itu adalah gambar terakhir yang bisa ditelusuri menggunakan google street view yaitu gambar yang diambil dari ujung aspal pondok gede perbatasan kabupaten semarang, dan jika lurus terus adalah menuju desa saya.
Ternyata google street view hanya berhenti pada jalan yang sudah bagus/beraspal, sedangkan untuk jalan yang jelek tidak dianggap sebagai jalan….. (ngono kuwi kan jenenge diskriminatif dan sangat tidak Wise….!!!!), atem.

“Mbah” untuk google…..”nggak banget”

Minggu, 03 Januari 2016

S.Gb , Sarjana Genteng Bocor......



2001 saya lulus kuliah, lazimnya orang yang lulus tentu hatinya senang atau pura pura senang, dan saya termasuk yang pura pura senang, karena bagi saya awal-awal lulus = nganggur. Celakanya pemikiran saya ini berpengaruh pada euforia prosesi wisuda dan thetek mbengek yang mengikutinya (sesi foto foto).

Saya masih ingat tahun 2001 belum ada hand phone berkamera dengan resolusi tinggi. Jangankan HP berkamera, punya HP dengan nada dering poliponik saja rasanya sudah sangat merdu ditelinga, canggih dan masih langka. Oleh karena itu media untuk foto-foto masih menggunakan kamera analog dengan media penyimpan berupa negatif film atau lazim disebut klis.

Begitu juga saya, walau lulus = nganggur namun apa salahnya mengabadikan moment nganggur, toh nganggur bukanlah aib yang harus ditutup-tutupi tapi hanyalah masa transisi dari lulus menuju bisa kerja (kan yo mung masalah suwe utowo sedeloke tow... hehe..). Sehari sebelum acara wisuda saya ke mall di kawasan simpang lima semarang untuk membeli kamera, tentu saja kamera analog dan negatif filmnya. Waktu itu saya membeli kamera merk Nikon dan1rol Fuji film asa 200. Selanjutnya pas hari H cekrek....cekrek....1 rol Fuji film isi 36 bonus 2 (bonus biasane kobong hehe..) habis untuk mengabadikan momen yang biasa-biasa saja itu.

Karena saya menganggap wisuda adalah kejadian biasa, negatif film yang sudah berisi momen wisuda yang sedianya akan saya buat kenang-kenangan pun tidak lekas saya cetak, jangankan dicetak saya cucikanpun tidak. hari berganti bulan dan tahun terlewati, timbul keinginan untuk bisa melihat kenangan tersebut, tapi terlambat....negatif film yang belum saya cucikan itu sudah rusak. Atem..... direwangi tuku kamera anyar jeeew..... yo wis lah rapopo..., satu-satunya kenangan  hanya foto hasil jepretan fotografer yang memang khusus dipersiapkan oleh panitia wisuda pada saat itu.

Lulus itu memang bahagia, namun kebahagiaan lulus secara sempurna baru saya rasakan awal tahun 2016 ini. Berawal  dari datangnya musim hujan tahun 2015 yang tentunya ini menguji kelayakan genteng rumah saya (bocor atau tidak ), dan ternyata bocor.

Dari situlah timbul percakapan suami istri yaitu saya dan istri saya hehe..

Istri     : Mas gentenge bocor, reng e dho gapuk dipangan rayap
saya    : Ho o, kudu diganti kwi
istri      : Gek ndang diganti tow....., iso opo ora ? nek ora iso rugimen leh kuliah...
saya    : *(&^%#^)**@$%)((**%$536gm!#+ (Translate : Hubungane uopoooo... kuliah karo mbenekke
            genteng bocor...haha...)

Namun hari minggu 3 Januari 2016 pada akhirnya saya bisa mengganti genteng yang bocor dan kayu-kayunya yang telah lapuk dimakan rayap. Saat  itulah saya merasa lulus yang sesungguhnya.

Pokoke rugi yen Sarjana kok ora iso mbenekke genteng bocor.....hahaha.....hadeh....